MAKALAH SEJARAH
KERAJAAN KEDIRI
Disusun oleh:
Putri apriliyani
Maisaroh
Rohman bin munip
Zainal abidin
MAN BANGAKALAN
Jl. Soekarno Hatta No.6 BANGKALAN
Daftar isi
Bab I pendahuluan
1.1
Latar belakang
1.2
Rumusan masalah
1.3
Tujuan masalah
1.4
Fungsi
Bab ii pembahasan
2.1
Letak kerajaan Kediri
2.2
Asal mula kerajaan Kediri
2.3
Raja yang memerintah di kerajaan Kediri
2.4
System pemerintah di kerajaan Kediri
2.5
Runtuhnya kerajaan Kediri
Bab iii penutup
3.1
Kesimpulan
4.1
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.
Dimanakah letak kerajaan kediri?
2.
Bagaimana munculnya kerajaan kediri ?
3.
Siapa saja rajanya dan masa kejayaannya ?
4.
Bagaimana system pemerintahannya
sekaligus alasan keruntuhannya?
1.3
Tujuan
1.
Dapat
mengetahui Dimanakah letak kerajaan kediri
2.
Mengetahui
Bagaimana
munculnya kerajaan kediri
3.
Mengetahui
tentang Siapa
saja rajanya dan masa kejayaannya
4.
Mengetahui
tentang Bagaimana
system pemerintahannya sekaligus alasan keruntuhannya
1.4
Manfaat
1.
Bagi penulis
Penulisan makalah ini
dapat menambah wawasan penulis dalam tugas sejarah sma kelas 1
2
Bagi Pembaca
Dapat memberikan
informasi kepada pembaca dan semoga dapat menambah wawasan tentang tugas sejarah
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1 LETAK
KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan
Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah
sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun
1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.
2.1 ASAL
MULA KERAJAAN KEDIRI
Latar Belakang Kerajaan KadiriSesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir
November 1042, Airlangga terpaksa
membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan
takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat
bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang
bernama Mapanji Garasakan
mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah
menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang
berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala
lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah
ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Pada mulanya,
nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri.
Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja
Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta
(1178).
Nama "Kediri" atau
"Kadiri" sendiri berasal dari kata Khadri yang berasal dari
bahasa Sansekerta yang berarti pohon pacé
atau mengkudu (Morinda citrifolia).
Batang kaulit kayu pohon ini menghasilkan zat perwarna ungu kecokelatan yang
digunakan dalam pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya memiliki khasiat
pengobatan tradisional.
Dalam perkembangannya Kerajaan
Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala
semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan
tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya
prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan
Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya
(1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh
Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya
direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian
mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari.
Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268 1292),
terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama
ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk
menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil
mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
3.1 RAJA
YANG PERNAH MEMERINTAH
Sistem
pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan, adapun
raja – raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
1.Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu
Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun 1104. Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
2.Kameshwara
Raja kedua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, yang lebih dikenal sebagai Kameshwara I (1115 – 1130 M). Lancana kerajaanya adalah tengkorak yang bertaring disebut Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah mengubah kitab samaradana. Dalam kitab ini sang raja di puji–puji sebagai titisan dewa Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi seluruh dunia bernama Dahana. Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang berasal dari Janggala.
3.Jayabaya
Raja kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan prasatinya pada tahun 1181 M. Raja Kediri paling terkenal adalah Prabu Jayabaya, di bawah pemerintahannya Kediri mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya termasyur dengan ramalannya. Ramalan–ramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan kesusastraan tidak tanggung–tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang.
4.Prabu Sarwaswera
Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau. Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
5.Prabu Kroncharyadipa
Namanya yang berarti beteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa berbuat adil pada masyarakatnya. Sebagai plemeluk agama yang taat mengendalikan diri dari pemerintahannya dengan prinsip, sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu), loba (rakus), mada (mabuk), masarya (iri hati).
6.Srengga Kertajaya
Srengga Kertajaya tak henti–hentinya bekerja keras demi bangsa negaranya. Masyarakat yang aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga menurut para dalang wayang dilukiskan oleh prapanca.
7.Pemerintahan Kertajaya
Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli dengan rakyat. Kertajaya dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama, moksa.
1.Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu
Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun 1104. Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
2.Kameshwara
Raja kedua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, yang lebih dikenal sebagai Kameshwara I (1115 – 1130 M). Lancana kerajaanya adalah tengkorak yang bertaring disebut Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah mengubah kitab samaradana. Dalam kitab ini sang raja di puji–puji sebagai titisan dewa Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi seluruh dunia bernama Dahana. Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang berasal dari Janggala.
3.Jayabaya
Raja kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan prasatinya pada tahun 1181 M. Raja Kediri paling terkenal adalah Prabu Jayabaya, di bawah pemerintahannya Kediri mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya termasyur dengan ramalannya. Ramalan–ramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan kesusastraan tidak tanggung–tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang.
4.Prabu Sarwaswera
Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau. Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
5.Prabu Kroncharyadipa
Namanya yang berarti beteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa berbuat adil pada masyarakatnya. Sebagai plemeluk agama yang taat mengendalikan diri dari pemerintahannya dengan prinsip, sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu), loba (rakus), mada (mabuk), masarya (iri hati).
6.Srengga Kertajaya
Srengga Kertajaya tak henti–hentinya bekerja keras demi bangsa negaranya. Masyarakat yang aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga menurut para dalang wayang dilukiskan oleh prapanca.
7.Pemerintahan Kertajaya
Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli dengan rakyat. Kertajaya dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama, moksa.
4.1 Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri,
ternyata Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar kekuasaannya. Raja
terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135–1157).
Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil.
Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol
Garuda Mukha simbol Airlangga.
Pada masa pemerintahannya kesusastraan
diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh menggubah karya sastra kitab
Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara Pandawa dan Kurawa yang untuk
menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri. Empu Panuluh juga
menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli
meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya
terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya".
Raja
Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu Tan Akung
menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab
Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai
titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana.
Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada
tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan
Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.
b. Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Kediri
Pada masa Kejayaan Kediri,
perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini
dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di antaranya kitab Lubdaka yang
berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur
berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakukannya.
Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan.
2. Kediri banyak menghasilkan beras.
3. Barang-barang dagangan yang laku di pasaran saat itu antara lain emas, perak, gading dan kayu cendana.
4. Pajak rakyat berupa hasil bumi, seperti besar dan palawija.
Adapun kehidupan sosialnya sebagai berikut.
Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan.
2. Kediri banyak menghasilkan beras.
3. Barang-barang dagangan yang laku di pasaran saat itu antara lain emas, perak, gading dan kayu cendana.
4. Pajak rakyat berupa hasil bumi, seperti besar dan palawija.
Adapun kehidupan sosialnya sebagai berikut.
Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat masyarakat hidup tenang, hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik, bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning, dan hijau serta orang-orang Kediri telah memakai kain sampai di bawah lutut. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra. Hal ini terlihat dari banyaknya hasil sastra yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.
Hasil sastra tersebut, selain seperti yang telah
dijelaskan pada uraian materi sebelumnya juga masih banyak kitab sastra yang
lain yaitu seperti kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh
pada masa Jayabaya, kitab Simaradahana karya Mpu Darmaja, kitab Lubdaka dan
Wertasancaya karya Mpu Tan Akung, kitab Kresnayana karya Mpu Triguna dan kitab
Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Semuanya itu dihasilkan pada masa
pemerintahan Kameswara.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang
diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu
memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno
peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu
tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur
Muka atau bermuka empat.
Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan
Kediri dapat kita lihat dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou
Ku-Fei pada tahun 1178 M. Kitab tersebut menyatakan bahwa masyarakat
Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumah-rumahnya
rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna
kuning dan hijau. Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan rakyatnya
sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan yang cukup
pesat. Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga
berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan
raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu
golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di
wilayah thani (daerah).
3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu
golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan
pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta. Kediri memiliki 300 lebih
pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Di
samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan
parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan.
Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram
oleh Raja Airlangga (1000-1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi
perselisihan di antara anak-anak selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana
kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa bagian. Dalam babad disebutkan
bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian. Tetapi dalam perkembangannya
hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan Jenggala.
Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama, yaitu
Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga
sebagai Kerajaan Kediri.
c. Kehidupan Kebudayaan, Khususnya Sastra Kerajaan
Kediri
Di bidang kebudayaan, khususnya sastra, masa
Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, antara lain sebagai berikut.
1) Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata
ke dalam bahasa Jawa Kuno
yang
disebut kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama
Siwasasana.
2) Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha
karya Empu Kanwa.
3) Masa Jayabaya berhasil digubah kitab
Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
Di
samping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
4) Masa Kameswara berhasil ditulis kitab
Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan
Akung.
4.3
Karya
Sastra dan Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri
Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri diantaranya yaitu:
a. Prasasti Banjaran yang berangka tahun 1052 M
menjelaskan kemenangan Panjalu atau Kadiri atas Jenggala
b. Prasasti Hantang tahun 1135 atau 1052 M menjelaskan
Panjalu atau Kadiri pada masa Raja Jayabaya.Pada prasasti ini terdapat semboyan
Panjalu Jayati yang artinya Kadiri Menang.Prasasti ini di keluarkan sebagai
piagam pengesahan anugerah untuk penduduk Desa Ngantang yang setia pada Kadiri
selama perang dengan Jenggala.Dan dari Prasasti tersebut dapat di ketahui kalau
Raja Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan
mempersatukannya kembali dengan Kadiri.
Prasasti Jepun 1144 M
Prasasti Talan 1136 M Seni sastra juga mendapat banyak perhatian
pada zaman Kerajaan Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh
Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata
yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan,kemenangan.
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan
Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu
Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi
kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan
kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu
Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula
pujangga zaman pemerintahan Sri
Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada
zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Di samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas,
juga ditemukan berita Cina yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan
masyarakat dan pemerintahan Kediri yang tidak ditemukan dari sumber yang lain.
Berita Cina tersebut disusun melalui kitab yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab Chu-Fan-Chi yang ditulis
oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M. Dengan demikian melalui prasasti, kitab sastra
maupun kitab yang ditulis orang-orang Cina tersebut perkembangan Kediri.
4.4 RUNTUHNYA
KERAJAAN KEDIRI
Runtuhnya
kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar
agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta
perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran
di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat
mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah
berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden
Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik,
Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai
daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim
oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan
ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama
dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk
menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan.
Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kerajaan Kediri adalah salah satu
kerajaan pada masa hindu-budha yang berkembang dijawa khususnya didaerah jawa.
Dengan demikian hal tersebut menambahkan wawasan kita tentang kerajaan dan
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Juga kita bisa mengingat masa-masa
kejayaan yang pernah diukir oleh kerajaan Kediri.
Kerajaan Kediri pun mengingatkan kita
akan peninggalan-peninggalan yang sangat beharga sebagai asset Negara. Kerajaan
Kediri pun membuat kita lebih tertarik pada perkembangan-perkembangan kerajaan
yang lain baik sebelum kerajaan Kediri maupun sesudahnya.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar