Buscar

Páginas

Beban Penghilang Arah




Aku adalah siswi SMA ternama dikotaku, bagaikan impian semua para orang tua termasuk papaku. Dulu sebelum aku resmi menjadi siswi SMA Jaya Sakti beliau selalu berkata : “Bagaimana pun kamu harus masuk disekolah papa dulu” (ujar beliau).
Itu bukanlah kalimat biasa yang hanya berisi nasehat namun juga itu adalah tekanan terbesarku. Dimana aku harus menjadi yang terbaik dengan segala cara demi apa yang diinginkan beliau tercapai. Yah aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, tapi diantara kita bertiga hanya aku yang berbeda. Mengapa?
Sejak kecil papa sering membeda-bedakan kami sehingga kami sering bersaing untuk menjadi yang terbaik. Dan akulah yang selalu kalah dan dianggap buangan. Kata mereka ini karena wajahku tan otakku tak sesempurna kakak-kakakku.
Menjadi bintang kelas, mengikuti ajang lomba, sampai masuk sekolahpun papa selalu menekanku. Kata beliau aku belum dewasa atau belum punya rasa ingin dewasa. Hari demi hari, tekanan penuh tekanan mulai membuatku frustasi. Ditambah hancurnya rumah tangga papa membuat keterpurukan ini menggebu-gebu Yah papa dan mama berpisah sejak tiga tahun yang lalau dan kami tinggal bersama papa sedangkan mama pergi dan menikah lagi dengan pria lain.
Aku tau dengan persis bagaimana perasaan yang papa alami, bagaimana repotnya mengurus kami, membiayai kami dan lainnya hingga aku pun tak pernah mendapatkan kasih sayang dari  orang tua. Aku lebih senang hidup dengan keserdeharnaan dengan orang tua yang lengkap dari pada seperti ini, hidup serba berkecukupan namun hati sengsara.
Les privat,jadwal eskul, bimbingan sekolah papa yang mengatur dan apa yang kulakukan? Yah aku lakukan semua rutinitas yang berat. Mungkin dengan seperti ini papa akan kembali, kembali mencurahkan kasih saying kepada kami.
Kini aku duduk dikelas satu SMA jaya sakti, sekolah dimana perjuangan pernah aku taruhkan. Dengan tetesan keringat, air mata aku torehkan dalam kertas berisi nilai-nilai yang kuanggap bagus. Namun cerita tak berkhir disini. Ini adalah puncak cerita dimana aku adalah siswi SMA terfavorit dikelasku. Sayangnya akupun terjebak didalam kelas unggulan, dan papa langsung menjalan rencana-rencana yang tak pernah sedikitpun berunding denganku.
Dikelas unggulan rasanya aku menjadi mahluk yang terbuang, mereka sangatlah pandai dan bergaul. Sedangkan diriku hanya gadis yang ingin dan hanya ingin menuruti apa yang papa mau tampa melihat apa yang sebenarnya aku impikan. Hingga suatu hari, dimana tekanan yang aku kumpulkan ingin meledak disaat itupun ku beli obat di apotik dekat sekolah.
Aku, aku merasa semua tak adil bagiku. Tepat pulang sekolah  obat yang sudah kubeli, kuambil dari saku kananku. Kupandangi dengan jelas bagaimana bentuk tablet putih tulang yang dapat mengahiri segala penderitaan hidupku selama ini. Aku lelah tekanan dari papa dan juga tekanan dari teman-teman kelasku yang selalu mengucilkanku.
Tepat jam 2 siang kubuka bungkus obat itu dan kuniatkan sepenuh hati untuk menelannya. Dengan harapan semua akan berakhir dengan bahagia. Tak lupa kutulis sebuah surat dibawah laci untuk papa yang kusayang namun kubenci.
Untuk papa
Papa aku sudah lelah dengan segalanya, menjadi putri terakhir papa dan juga putri yang harus menanggung beban atas permintaan papa yang berat membuat aku tak lagi bisa melihat kedepan. Sungguh kuberharap papa kembali dengan mama menjadi keluarga utuh yang penuh kasih sayang. Maafkan aku papa, maafkan aku kakakku yang aku sayangi. Maaf aku tak bisa menjadi adik yang cantik dan juga pintar seperti kalian. Tapi ini jalan terbaik dari gadis kecilmu yang kehilangan arah
I love you papa
Setelah kutulis surat itu, perlahan mata ini mulai menutup dengan sendirinya, tak sempat kulihat bayangan papa yang dulu datang dengan penuh kasih saying. Aku akan pergi ke surga papa, dimana tak kan ada beban yang harus ku rangkul, tak ada teman atau kakak yang akan mengucilkanku.

0 komentar:

Posting Komentar